Pengembangan energi surya bisa jadi solusi penyedia listrik yang berkelanjutan bagi Indonesia. Sebab, penggunaan energi terbarukan ini aman dan bersih sehingga pengelolaannya menjadi efisien.
Untuk itu, Indonesia yang memiliki potensi listrik dari energi surya cukup besar mesti dapat memenuhi kebutuhan listrik dalam bentuk Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di atas tanah maupun PLTS atap.
Pakar energi terbarukan dari Universitas Brawijaya, Setyawan Purnomo Sakti, mengatakan pemerintah perlu menciptakan iklim bagi pengembangan energi terbarukan terutama energi surya, mengingat Indonesia merupakan wilayah yang potensial.

“Prospeknya bagus karena sinar matahari kita memiliki kontinuitas. Tapi dalam konteks kesiapan negara memanfaatkan secara sistematis belum terlihat nyata,” katanya saat dihubungi, Selasa (3/3).
Menurut Setyawan, perlu ada sinergitas semua stakeholder, pemerintah secara insentif dan regulasi, perguruan tinggi menyiapkan tahapan pengembangan sumber daya manusia yang lebih fokus, dan yang tak kalah penting adalah rekayasa sosial atau social engineering.
“Social engineering ini terkait dengan kegunaan, cara pemakaian maupun pemeliharaannya. Karena selama ini, teknologi apa pun yang kita serap dari luar, belum disertai social engineering yang cukup,” jelasnya.
Setyawan mengungkapkan, sampai sekarang konsistensi dalam pengembangan teknologi energi baru dan terbarukan relatif masih kurang.
“Bila kita tidak ingin ketinggalan, semua ini harus segera dimulai. Karena butuh effort yang sangat panjang untuk memiliki pembangkit sendiri (skala besar), tidak cukup dalam satu–dua periode pemerintahan,” katanya.
Baca Juga: Harga Batu Bara Membara, Cermati 3 Sentimen Penggeraknya
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR). Fabby Tumiwa, mengatakan Indonesia sebenarnya bisa mengembangkan energi surya dalam skala besar.
“Sebab, potensi kapasitas yang dikembangkan bisa mencapai 30–45 gigawatt dalam 10 tahun mendatang. Untuk itu, kita mesti memulai dengan mendorong pemerintah guna mengembangkan potensi EBT lewat kebijakan, regulasi, dan affirmative action,” katanya (Koran Jakarta edisi Senin, 3/3).